Sabtu, 25 Agustus 2012

rumah mak yem 'roboh'





Raut wajahnya masih menyisakan kesedihan. Betapa tidak, rumah berdinding gedeg ukuran 7 m X 3 m  yang setiap hari dihuni untuk berteduh dari dingin dan panas harus dirobohkan. Pasalnya, rumah terpencil di tepi kebun singkong itu nyaris roboh. Berbekal hikmat Tuhan, Mak Yem segera melaporkan hal ini pada pengurus gereja GBI Pasirian. Sebagai jemaat yang kurang mampu, dia hanya bisa mengadu tanpa bisa berbuat banyak. Laporan direspon cepat oleh pihak gereja.Sabtu, 21 Juli 2012 Tim Bedah Rumah GBI yang dipelopori Bpk. Steve segera membedah  rumah nenek sebatang kara tersebut.

Siapakah sebenarnya Mak Yem itu ? Saat Tim CMM melacak keberadaan nenek bernama lengkap Sukiyem (70), rumahnya memang sudah dibongkar. Tumpukan genteng dan onggokan kayu lapuk berserakan di sana sini. Untuk sementara nenek renta itu tidur di bawah pohon pisang bersama tumpukan perkakas rumahnya. Mak Yem menuturkan, bahwa dia sudah hampir 8 tahun menempati rumah di belakang tempat praktek Dokter Bayu, Kebonan Pasirian. Bukan rumah sendiri. Dia menyewamulai dari harga sewa 25 ribu sampai naik 100 ribu rupiah. “Ketika harga sewa menjadi 100 ribu, ada jemaat yang mengontrakan aku sampai 5 tahun,” tuturnya lugu. Ditambahkan, selama menempati rumah tersebut, dia tidak bisa memperbaikinya sebab tiada biaya.

Sebelum menjadi jemaat GBI Pasirian, dahulu Mak Yemtinggal serumahbersama2 anaknya di sekitar pasar Patok Condro. Suaminya telah meninggal dunia. Seorang anak perempuannya juga meninggal dunia karena sakit. Suatu ketika, Mak Yem sakit parah selama 3 bulan. Karena tak ada biaya berobat, dia pun menyerah dengan penyakitnya. Tetapi kuasa Tuhan menjamahnya. Lewat lawatan doa Tim Doa GBI, akhirnya Mak Yem sembuh. “Aku berjanji kepada Tuhan Yesus. Apabila aku sembuh, aku akan  mengiring Tuhan  sampai mati.Semenjak ikut Tuhan, anak lelakiku menjauhiku.Kerapkali aku merindukan anak dan cucuku yang katanya kini tinggal di Turen,” cerita Mak Yem mengenang dengan linangan air mata yang tak terbendung.

Untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, Mak Yem menekuni pekerjaan sebagai pemulung. Bukan  membeli rongsokan, tetapi leles barang-barang bekas di tempat sampah. Penghasilannya tak menentu. Terkadang sehari hanya mendapat  5 ribu, kadang 10 ribu rupiah. Banyak atau sedikit penghasilannya tergantung dari kondisi fisiknya. Kalau badannya sehat, berarti dia bisa leles banyak rongsokan di tempat jauh. Jika penyakit darah tinggi dan sesak nafasnya kambuh, meski memaksakan diri,hasilnya tetap sedikit. Semua dilakukan dengan berjalan kaki dari tempat sampah yang satu ke tempat sampah yang lain.

Nah, barangkali Mak Yem sekarang boleh bernafas lega. Rumahnya yang reyot,  telah direhab total. Atap gentengnya sekarang sudah diganti asbes anti bocor. Kayu-kayu yang lapuk telah disulapdengan kayu yang lebih kuat. Meskipun demikian, tanah yang ditempati rumahnya  tetap milik orang lain. Itu berarti, rumah ditepi kebun singkong tersebut bisa dibongkar kapan saja bila sang pemilik menjual tanahnya kepada orang lain. Menanggapi hal ini, Mak Yem cuma berserah dengan iman, “Semua yang aku punya, hanyalah  milik Tuhan.Meski di usia tuaku ini aku harus kehilangan anak dan rumahku, imanku tidak akan berpaling dari Tuhan Yesus. Sebab, Yesuslah yang menjaga kehidupanku selama ini. Dialah satu-satunya hartaku yang paling berharga.” (TimCMM/Mws/bambangmws.blogspot.com)

1 komentar: